Pages

20160303

Menerima Itu Sempurna | Tentang Intensitas Kehidupan

"...gelap adalah teman setia dari waktu-waktu yang hilang...".

Iya benar sekali, akhiran lirik dari lagu Sebelah Mata yang dinyanyikan Efek Rumah Kaca menutup playlist music player sore ini. Memang kerap kali telinga ini dijejali alunan-alunan lagu yang diperdengarkan musisi/band indie (non-major label) negeri ini. Mengapa demikian, entahlah saya juga kurang mengerti. Mungkin sebelah telinga saya muak dengan kemunafikan acara musik tv dipagi hari, atau bahkan keduanya dipaksa tidak menyukainya sama sekali. Ya, beberapa tahun belakangan ini saya memang sama sekali tidak menyentuh tell-lie-vision (dibaca; kebohongan yang dipertontonkan dan diperdengarkan). Dan Alhamdulillah saya sehat tidak terjadi apa-apa dengan otak saya. Sudahlah itu tidak penting karena saya memang tidak ingin berpanjang-lebar dengan hal itu. Hehe ☺

Mungkin sebagian dari kita pernah mengalami hal yang membuat kita berkecil hati, terasa kehampaan itu datang pada hidup kita. Mulai dari keresahan kecil, kegelisahan menengah hingga konflik yang memusingkan pikiran kita. Kegundahan-kegundahan itu tentu tidak datang tanpa hikmah, yang pasti itu semua pernah kita alami. Terutama untuk diri saya pribadi sebagai manusia biasa, yang tak lepas dari jeratan masalah tersebut. Itu pertanda bahwa kita masih bernafas, masih hidup.

Datang ke konser penyanyi idola, sing a long bersama teman-teman yang lain. Berjingkrak bergoyang seirama sampai lupa akan bau keringat sendiri sangat tidak sedap begitupun dengan teman dekat kita. Lalu setelah usai, pulang kerumah sendiri dan merasakan lagi ketidakberartian diri. Itu hampa.

Hang-out bersama teman, jalan-jalan menelanjangi setiap stand pakaian dimall. Hunting sesuatu yang dianggap baru agar tidak ketinggalan jaman. Sepulangnya kita merasa semua itu tidak melegakan rasa haus kita akan kebaruan. Hampa.

Update status dimedia sosial, berkata-kata bijak bak seorang motivator atau cenderung menggurui layaknya dosen. Tidak lain tidak bukan adalah hasil salinan pemikiran orang lain. Atau menghujat ini itu, sindir sana sindir sini tanpa dasar yang jelas. Pada akhirnya merasa bahwa diri kita memang tidak berarti apa-apa. Hampa.

Bercanda, menertawakan hal-hal konyol dengan sahabat terdekat. Pergi karaoke'an, menyanyikan lagu bermacam genre dan melampiaskan segala penat, namun diujung waktu nyatanya tak berguna. Hampa.

Banyak tawa, banyak kasih sayang dari orang-orang disekitar kita. Namun hati kecil tetap merasakan kesendirian ditengah keramaian itu. Tertawa dengan semua senyum palsu. Masih bertanya-tanya akan apa itu arti bahagia. Hampa.

Hingga pada waktu tertentu, kita melihat teman yang mengalami kesusahan. Kita mencoba membantu dengan segala kemampuan yang kita miliki. Tanpa pamrih apapun. Dia berucap terimakasih yang tidak berujung, kita membalas dengan ikhlas hati dan senyuman. Kita merasa diri ini berguna. Kita bahagia. Kita ada.

Mendengarkan cerita sahabat yang baru saja putus, ataupun mengalami kerenggangan dihubungannya. Ada pula yang mengadu bahwa dia sedang terbelit konflik dikehidupannya sosialnya. Dengan terbuka kita merangkulnya memberikan semangat dan memotivasi positif untuk kedepannya. Dia merasa kita sahabat yang care dengannya. Terbangun kembali goodmood'nya. Kita berguna. Kita ada.

Bertukar informasi lowongan pekerjaan, atau sekedar tempat nongkrong yang asik. Bercerita tentang musisi idola, tentang lirik-lirik jenius yang membius pola pikir, menyambungkan suasana. Membagi ilmu serta keahlian yang kita miliki kepada teman-teman diwaktu luang, mereka merespon positif dan muncul ide-ide usaha baru. Kita berguna. Kita ada.

Mengkaryakan segala kemampuan seni dasar yang kita punya agar bermanfaat untuk kehidupan. Meskipun tidak sekompleks karya seniman idola. Kita berguna. Kita ada.

Mengejar segala ketidakpastian. Semua perihal kesendirian dan kebutuhan yang melaju searah membuat hidup kita terasa tidak ada isinya. Adalah benar bahwa hati dan rasa puas itu ibarat sebuah lubang hitam dalam yang tidak akan pernah penuh. Selalu kurang dan kurang. Tanpa kita sadari kita tersedot habis kedalam ruang keinginan yang tak berujung.

Hantam segala bentuk ketidakpastian diri kita. Injak dan tutup semua lubang itu dengan berbagi kepada orang lain. Semua itu akan memudarkan sisi keinginan individualisme kita. Sekecil apapun kebahagiaan kita secuil apapun isak tangis kita, berbagilah kepada sahabat dan orang-orang terbaik dihidup kita. Kesendirian bukan alasan seseorang untuk menjadi sesuatu. Tetapi biarkan dan ikhlaskan orang lain untuk mengisi kesendirian kita, biarkan mereka menyapa kekosongan kita. Begitupun kita sebaliknya pada mereka, saling mengisi saling memahami dan saling berbagi. Berbagi bahagia selayaknya bahagianya bisa berbagi. Dengan itu kita akan terisi. Meskipun tidak penuh, meskipun masih ada ruang-ruang hening tetapi setidaknya tidak akan lagi hampa.

Begitulah adanya proses makan dan dimakan waktu. Selagi kita bisa menerima segala bentuk terpaan dan hujan masalah. Payung baja pelapis hati yang akan meneduhkan jalan kita kedepannya. Bahagia dengan jalan yang kita pilih, tanpa mengusik senyum manis orang lain dan tanpa menyesali keputusan-keputusan yang kita ambil. Biarkan nyaman meronta dan menyeruak, keheningan ruang nyaman yang membunuh pola pikir yang membunuh segala bentuk harapan, cita-cita kita.

Kebahagiaan hidup bukan semata-mata datang dengan sendirinya. Salah satu kunci hidup bahagia adalah dengan menerima semua realita kehidupan disekitar kita yang semuanya hanya sementara. Belajar ikhlas, sabar, dan tawakal menerima apapun itu, menjadikan kita kuat menghadapi hidup yang satir ini. Menerima menjadikan kita bahagia dan kebahagiaan itu menjadikan hidup kita sempurna. Menerima Itu Sempurna.

Terimakasih, salam sederhana sesederhana kebahagiaan saya, menerima itu sempurna ☺.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar